Skip to main content

Rumah


pada pagi ketika hujan berbisik
lewat atap jauh di atas
aku tahu itu rintik
aku sudah lama bebas

coba untuk mencari jalan lain
kembali di antara gang, dan tembok kapur
di antara tangga sempit di waktu lain
dan senin akan tetap tanggal libur

aku masih melihat dirimu
dari belakang dengan celana pendek warna merah
dan pendek rambut baru
kamar gelap, tanpa kepastian hari kelabu

Ayah akan datang dan mengetuk
bungkus rokok di bagi tiga
antara canda, malu yang terbatuk
dengan kopi yang sama dingin juga

banyak hal di tepian ranjang
kutu, rambut, sakar
buntu, berlari, dan bangun siang
buang sampah, kita terbakar

sekarang rumah itu sudah berpindah
kedalam tempat terdekat dari anaknya
hanya teman baik ku yang ada, dan gundah
kau sedang libur lebaran, belum pulang juga

Raka Feisal
Jakarta, 25 Januari 2019

Comments

Popular posts from this blog

Bangun lewat jam 9 pagi

I do not really know why, my writing is bad. I do not really know what I want to write, the ideas always gone bizarre, but yet succeed to make me wonder what could I do with this kind of imagery. hapus, ulang, hapus, tulis ulang, hapus, baca, tulis lain, hapus, baca. Serpihan - serpihan yang tidak selesai dan tidak utuh, silih berganti untuk audisi: lanjutan kebodohan, kekeliruan, tindakan ceroboh, dan main - main. pemenangnya tidak akan banyak mengambil soal, dalam signifikan pertumbuhan dan perencanaan perbaikan diri yang selalu di gadang - gadang, semua akan kembali pada malam - malam yang tidak berisi, sebuah pengambilan keputusan yang efektif. Apakah ada juga yang pernah merasakan kerenyitan di dalam kepala, satu hal yang sekiranya mempunyai tuas yang terhubung dengan otot - otot imaginer di bagian dada atas, di bawah thorax. sensasi yang menahan, seperti karet ban yang dialih fungsi kan, dipotong dan dibentuk sedemikian rupa untuk di jadikan sumpelan pipa air tanpa keran...

Sarapan.

"It was dark inside." Pagi tidak begitu pagi, bukan seperti ini. Merelakan dirimu setelah melalui kekalahan semalam. Piring dengan sarapan, kopi dengan gula 3 sendok teh, dan secukupnya dosis dari matahari jam 10 siang. Pagi dengan khas, ditambah suasana lembab menembus dari jendela, cahaya jatuh setelah di saring oleh 3 bar dari kusi pemberian, dirimu juga. Tadi malam, tidak harusnya aku menyerukan berkali-kali nama mu, kepada depan gang rumah, ke lorong sepi jam 3 pagi. Setelah itu, aku tersadar dengan muka yang tidak pernah aku rencanakan, merebah pelan-pelan, aku sadar, bahwa aku bahkan belum buka sepatu, dan semuanya terasa sangat melelahkan. Ku dengar nafas ku sendiri, yang berusaha meredam jenis nafas lainya, yang seharusnya muncul, dengan posisi tersandar, di tembok yang seharusnya kau syukuri, yang seharusnya kau tinggali, sekarang aku akan sangat berusaha, setelah nanti aku melangkahkan kaki pergi. Untuk melupakan, menghapus, me- reboot, segala macam empati yang...