Skip to main content

Perjalanan ke balik mata, tanpa cermin.


"... And no one sings me lullabies
And no one makes me close my eyes
So I throw the windows wide
And call to you across the sky ..."

- Echoes by Pink Floyd

Sebelum tidur malam, sebelum pertahanan terakhir di perang puputan, sebelum fatman dan little boy mengudara pada awal Agustus. Keadaan dimana yang tersedia hanyalah Idealisme dan fakta lapangan, dimana, dengan begitu gemparnya bahwa ada orang biasa yang duduk di singasana administratif, setelah sekian puluh tahun di kuasai sepatu-sepatu lars.

pada malam, biasanya aku akan sendiri di perjalanan yang entah menuju kemana, dunia kurasakan berjalan dengan auto-pilot, sebuah automatisme. Malam akan berjalan dengan ratapan bulan, aku masih berjalan dengan hentakan di dalam kepala, menandakan bahwa tujuan masih di cari. Malam akan berjalan sendiri, kaki tetap melangkah, udara tetap masuk menusuk, dan jauh disana ada sumber dari segala alasan dopamin mengalir ke kepala. Aku akan tidur dengan mata tertutup, kaki tertutup, dengan pakaian yang tertutup. Di masa penghabisan seperti ini tidur akan sedikit berbeda dari malam bulan kemarin, malam akan terasa lebih dalam dan memanggil nama mereka yang seharusnya mati di dalam kenangan.

tidak pernah mudah dalam menghadapi mimpi, sebuah manifesto yang laten. Diriku kadang bergetar dengan diam, diam dengan selimut yang tidak pernah ada dan ku tarik erat ke arah leher dengan tangan yang bersilang. Aku kemudian akan mengingat mantra-mantra masa lalu, yang nenek dan kakek gumamkan ketika ku tidur dibawah sinar lilin di kampung. diriku yang muda itu menguasai dan akan melindungi dari ketidaktahuan akan sebuah keinginan, akan diredam olehnya dengan menyederhanakan cara pandang dan keluguan yang tidak sadar, itu akan diarahkan kepada apapun yang ada di balik sana. Semua itu menjadi efektif, karena mata ku akan berubah menjadi mata yang biasa melihat beyblade di adu di dalam penggorengan Ibu dulu, mata yang pernah sedih karena mengetahui peliharaanya mati.

Setelah semua selesai, ketika aku sudah menyadari kedewasaan fisik yang datang.
Keterlambatan dalam menyerap pengetahuan akan tanggung jawab, baik yang dibebankan secara paksa, ataupun karena sebuah rancangan bio-psikologi.

Udara malam tidak pernah berbicara, tapi di jauh di dalam kepala aku bisa melihat sebuah implikasi personal untuk ku sendiri. sebuah arak-arakan yang lewat dengan gerlikan tanpa mata, oleh malam, oleh udara dingin yang kering.






Comments

Popular posts from this blog

Bantal Eksistensial

Tumpukan buku, bekas bacaan yang beberapa tidak pernah selesai tahun kemarin. Tahun 2018 dipenuhi dengan banyak kejadian yang lumayan aneh, cukup tidak normal yang terkadang membuat keinginan untuk menyerah kepada keadaan di dalam kepala menjadi lebih masuk akal. Sepertinya baru kemarin 2019 datang dan menyerukan ide gila sambil berdansa diatas meja, aku sendiri sebenarnya takut ia akan menumpahkan kopi, yang lalu akan membuat cangkir dan tatakanya pecah, dengan kekhawatiran yang demikian rapuh, aku harus sigap untuk segera menggunakan metode yang sesuai untuk memproses kemungkinan dari 2019. Perjalanan menuju kampus baru, sebuah ide tidak akan sirna bukan? rokok ditangan akan habis pada filter ketika saatnya tiba, namun tidak dengan bahaya laten dari pengharapan yang terlalu ambisius dan dibarengi dengan kesadaran bahwa persiapan tidak pernah mempunyai kecukupan untuk bisa masuk kedalam keadaan 'aman'. Diriku di terror, dari dalam kepala, dari dalam hasil yang belum tentu d...

Sekarang bertambah 2 setengah.

Photo by  Ellen Carlson Hanse   "Kemarin, baru saja kemarin sore aku masih duduk di tempat tadi untuk meratapi kehidupan. Dengan kopi, Indomie dan Sebungkus Gudang Garam" Akan sedikit banyak menenangkan atau tidak sama sekali, kacau yang timbul perkara jalan-jalan Ibu kota yang sempit. Aku dipersimpangan dengan mata yang diatur untuk tidak menoleh pada kebenaran minor, dan dirimu hanya duduk tanpa memesan di warung kopi hasil perceraian. Kejelasan yang di tunggu, sudah berkarat. Kebebasan yang dijamin, sudah bersyarat. 

Setelah pulang hari Senin

Kehidupan akhir-akhir ini tidak berpihak bagi kesadaran, untuk memperbaiki diri ke arah yang lebih ideal, menuntut untuk memperbanyak refleksi pada malam-malam yang bisu pada musim panas di negeri tropis ini. Ranjang sudah ku kuasai sendiri, seprainya tidak kupasang dan kubiarkan berantakan di pojok kanan disebrang pintu kamar mandi. Hati sedang gelisah memikirkan hal yang bukan terdapat diruangan ini, aku hanya memandangi beberapa retak tembok, dan itu mulai kembali mendatangi ketenangan. semakin dalam malam, dan awan semakin terang oleh cahaya lampu kota di kejauhan. Jendela sempit yang sudah tua ini kacanya sudah hilang, semakin jelas dan terang bahwa banyak kejadian yang ku ingin saksikan sedang terjadi di sana. aku menumpuk penasaranku dan ku bakar di dalam kepala dengan beberapa gelas besar Bir, walau apa yang sedang ku pikirkan masih berlari kesana dan kesini, aku masih bisa sedikit untuk tersadar dengan tanggung jawab yang sudah diberikan semenjak 2 tahun lalu, dan i...