Skip to main content

Setelah pulang hari Senin


Kehidupan akhir-akhir ini tidak berpihak bagi kesadaran, untuk memperbaiki diri ke arah yang lebih ideal, menuntut untuk memperbanyak refleksi pada malam-malam yang bisu pada musim panas di negeri tropis ini.

Ranjang sudah ku kuasai sendiri, seprainya tidak kupasang dan kubiarkan berantakan di pojok kanan disebrang pintu kamar mandi. Hati sedang gelisah memikirkan hal yang bukan terdapat diruangan ini, aku hanya memandangi beberapa retak tembok, dan itu mulai kembali mendatangi ketenangan.

semakin dalam malam, dan awan semakin terang oleh cahaya lampu kota di kejauhan. Jendela sempit yang sudah tua ini kacanya sudah hilang, semakin jelas dan terang bahwa banyak kejadian yang ku ingin saksikan sedang terjadi di sana. aku menumpuk penasaranku dan ku bakar di dalam kepala dengan beberapa gelas besar Bir, walau apa yang sedang ku pikirkan masih berlari kesana dan kesini, aku masih bisa sedikit untuk tersadar dengan tanggung jawab yang sudah diberikan semenjak 2 tahun lalu, dan itu juga yang membuat ku sekarang, sendiri, berada di kamar sempit berantakan ini.

Aku berpikir tentang teman-teman sebaya, mereka yang lebih tua, dan adik-adik yang tentu juga tidak kurang pentingnya. membicarakan hal ini bahkan dengan diri sendiri bukan merupakan hal yang mudah, bukan setiap hari aku akan punya niat untuk menjadikan mereka dan hal tersebut menjadi sebuah topik bahasan serius. 

Di setiap bangun tidur, atau saat-saat sadar setalah mabuk, aku biasanya akan berdiri di dalam kepala. meluangkan waktu untuk berpikir agak jernih soal mereka yang berada di sekeliling ku, dengan beberapa pengecualian individu yang memang tidak teralu pantas untuk berada di dalam. penilaian subjektif yang mengendarai keputusan dari kepedulian memang kadang ku sambut dan ku pelihara baik-baik, itu akan menyelamatkan dirimu dari banyak hal2 terkait emosi dan penyakit standar anak muda. Mereka adalah pembentuk dari banyak keburukan dan kebaikan, diantaranya banyak juga yang memang aku syukuri dan amini kehadiranya. Datang dan terbentuk secara tidak sengaja, hubungan mereka kepada pribadi diri tidak bisa diceritakan dengan satu sisi saja. Menjauhi kata-kata sifat yang akan membuat mereka mempunyai satu warna juga merupakan tantangan tersendiri, dalam deskripsi seorang manusia-teman. 

Comments

Popular posts from this blog

Bantal Eksistensial

Tumpukan buku, bekas bacaan yang beberapa tidak pernah selesai tahun kemarin. Tahun 2018 dipenuhi dengan banyak kejadian yang lumayan aneh, cukup tidak normal yang terkadang membuat keinginan untuk menyerah kepada keadaan di dalam kepala menjadi lebih masuk akal. Sepertinya baru kemarin 2019 datang dan menyerukan ide gila sambil berdansa diatas meja, aku sendiri sebenarnya takut ia akan menumpahkan kopi, yang lalu akan membuat cangkir dan tatakanya pecah, dengan kekhawatiran yang demikian rapuh, aku harus sigap untuk segera menggunakan metode yang sesuai untuk memproses kemungkinan dari 2019. Perjalanan menuju kampus baru, sebuah ide tidak akan sirna bukan? rokok ditangan akan habis pada filter ketika saatnya tiba, namun tidak dengan bahaya laten dari pengharapan yang terlalu ambisius dan dibarengi dengan kesadaran bahwa persiapan tidak pernah mempunyai kecukupan untuk bisa masuk kedalam keadaan 'aman'. Diriku di terror, dari dalam kepala, dari dalam hasil yang belum tentu d...

Sekarang bertambah 2 setengah.

Photo by  Ellen Carlson Hanse   "Kemarin, baru saja kemarin sore aku masih duduk di tempat tadi untuk meratapi kehidupan. Dengan kopi, Indomie dan Sebungkus Gudang Garam" Akan sedikit banyak menenangkan atau tidak sama sekali, kacau yang timbul perkara jalan-jalan Ibu kota yang sempit. Aku dipersimpangan dengan mata yang diatur untuk tidak menoleh pada kebenaran minor, dan dirimu hanya duduk tanpa memesan di warung kopi hasil perceraian. Kejelasan yang di tunggu, sudah berkarat. Kebebasan yang dijamin, sudah bersyarat.